Pages - Menu

Suci Wulandari

Suci Wulandari
Suci Wulandari

Sabtu, 25 Juni 2011

JOGJA


Jogja, ada yang bilang Jogja itu kota Gudeg. Ada juga yang bilang Jogja itu kota Pendidikan. Banyak kenangan yang tersimpan di sana, pertama kali menginjak untuk berkeliling kota Jogjakarta ini saat saya dalam perjalanan menuju Solo untuk mengikuti bimbingan belajar SNMPTN 2009 di Primagama.
Perjalanan menggunakan sepeda motor semakin membuat saya merasa lebih nyaman berkeliling Jogjakarta. Karena saat itu saya masih dalam perjalanan, saya tidak mengunjungi lokasi-lokasi yang menarik di Jogja. Saat itu saya hanya berkeliling dan beristirahat di asrama HIMACITA (Himpunan Mahasiswa Cilacap di Jogjakarta).
Saat semester satu, saya bersama beberapa teman kuliah sengaja menuju ke Jogjakarta untuk menghilangkan penat, di Jogja kami hanya berkeliling Malioboro dan mengunjungi Ramayana Mall
Saat semester dua, saya bersama teman-teman Pendidikan Bahasa Indonesia berlibur bersama ke pantai Sundak. Di sana Kami sangat merasakan kekompakkan dan kehangatan bersama teman-teman. Di pantai Sundak itu kami bersenang-senang bersama.
Kenangan di Jogja berikutnya adalah saat perayaan tahun baru 2011 ini, pada malam tahun baru saya bersama KAMAYASA (Keluarga Mahasiswa Cilacap di Surakarta) berangkat bersama-sama menuju ke Jogjakarta untuk berkunjung ke asrama HIMACITA (Himpunan Mahasiswa Cilacap di Jogjakarta) dan sekaligus merayakan malam tahun baru di Jogjakarta. Suasana ramai dan macet total sangat terasa di perjalanan dari Solo hingga sampai di Jogjakarta. Namun semua itu tidak membuat kami putus asa, kami semakin berantusias untuk merayakan tahun baru bersama teman-teman dari HIMACITA (Himpunan Mahasiswa Cilacap di Jogjakarta). Setelah mengunjungi asrama HIMACITA dan berkenalan dengan teman-teman baru, kami menuju Malioboro. Tetapi karena jalan menuju Malioboro sudah ditutup Polisi, maka kami putuskan untuk memarkirkan sepeda motor di Pasar Beringharjo. Kemudian kami berjalan bersama-sama menuju Monumen Penyerangan 1 Maret, karena di sana juga disediakan panggung hiburan. Suasananya sangat padat dan ramai, hingga acara selesai pun jalanan masih padat sehingga terpaksa kami harus melompati pagar agar dapat segera keluar dari lokasi tersebut. Kami juga sempat berfoto bersama di Benteng Vredeburg, kemudian kami melanjutkan perjalanan untuk menunggu pagi di pantai Parangtritis.
Kemudian saya dan perwakilan dari KAMAYASA kembali mengunjungi Jogja untuk merayakan hari ulang tahun HIMACITA. Di sana saya mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan HIMACITA, yaitu malam keakraban di pantai Siung dan donor darah di asrama HIMACITA.
Dan kunjungan terakhir saya ke Jogja adalah lima hari yang lalu, saat hari libur cuti bersama. Saya bersama teman-teman kos, menuju ke Jogja dengan menggunakan kereta api Pramex. Sesampainya di Stasiun Tugu kami langsung menuju Shopping (tempat penjualan buku) dan membeli beberapa buku, dan menuju Taman Pintar. Kemudian kami berkeliling Malioboro dan mengunjungi Ramayana Mall.
Demikian beberapa kenangan yang menyenangkan bagi saya di Jogjakarta, tidak bosan-bosannya saya mengunjungi kota Jogjakarta walaupun kota Jogjakarta selalu saya lewati ketika pulang kampung menuju kota Cilacap tercinta.

Feminisme dalam novel Tarian Bumi Karya oka rusmini


Oka Rusmini merupakan sastrawan Indonesia yang jeli dalam mengamati   fenomena-fenomena sosial budaya. Kehidupan   masyarakat   yang kompleks   dan   rumit ia   tuangkan   dalam  tulisan   dengan   menggunakan   bahasa sederhana yang terkadang masih lekat   dengan   logat  Bali.  Ia  juga  mampu  menggambarkan   yang   cukup    spesifik   tentang   kehidupan    masyarakat     Bali. Keistimewaan   Oka   Rusmini   dalam   novel        Tarian   Bumi   bahwa   tokoh   yang terlibat   dalam    novel   tersebut  dapat   diungkapkannya   dengan    cermat    tanpa kehilangan jalinan  kisah,   apalagi   kehilangan    alur   cerita.  Selain   itu,  Oka Rusmini     mampu     menggambarkan        kehidupan    masyarakat     Bali  yang   begitu kompleks   dengan   adat   istiadat   dan   peraturan-peraturan   yang   sulit   dipahami oleh logika. Novel   ini   mengetengahkan   beberapa   konflik   yang ada    dalam   kehidupan     bermasyarakat.
Melalui novel Tarian Bumi ini, Oka Rusmini menyuguhkan sebuah realita Bali yang sesungguhnya memendam   luka yang teramat dalam bagi para penghuninya. Setelah dihayati lebih jauh lagi, tampaklah ada setumpuk gugatan yang ingin disampaikan oleh Oka. Tarian Bumi menampilkan dunia perempuan yang sama sekali berbeda dibandingkan penggambaran yang pernah ada sebelumnya. Perempuan dalam Tarian Bumi, dicitrakan sebagai sosok-sosok yang begitu kuat, gelisah, mandiri, dan memberontak.
Novel Tarian Bumi, dengan mengambil budaya Bali sebagai latar, merupakan gugatan feminisme Oka Rusmini terhadap kemapanan nilai-nilai lama yang tertutup dan angkuh. Perempuan-perempuan yang digambarkan oleh Oka Rusmini tidak hanya menjadi sebuah kritikan yang keras terhadap sistem patriarki, sistem yang selama ini merugikan kaum tersebut. Oka Rusmini bahkan menawarkan sebuah pemberontakan dengan sebuah pemikiran, bahwa perempuan tidaklah hanya untuk dipilih, tapi juga berhak untuk memilih.
Oka Rusmini  melalui novelnya  ini  ingin memaparkan kondisi masyarakat  Bali    terutama kaum perempuan secara   terang-terangan, di  mana terdapat beberapa pertentangan adat. Pengarang ingin mengajak masyarakat untuk mencapai kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan tanpa memandang kelas-kelas sosial dalam novel ini. Perjuangan tokoh perempuan dalam mewujudkan feminisme dalam novel ini diharapkan dapat memberikan implikasi bahwa untuk mencapai kebahagiaan dalam   hidup   tidaklah   mudah,   dibutuhkan   perjuangan   keras   dan   sikap   pantang menyerah.
Novel Tarian Bumi karangan Oka Rusmini sangat menarik bila dilihat dari segi psikologis. Novel ini mempunyai kelebihan di antaranya ialah tokoh utama cerita ternyata mampu dan tegar menghadapi berbagai fenomena hidup meskipun di dalamnya banyak terjadi konflik. Di lain pihak, melalui tokoh cerita pengarang ingin menyampaikan pesan moral kepada pembaca bahwa untuk mencapai suatu keinginan  haruslah  di   ikuti dengan usaha   yang   sungguh-sungguh dan  pantang   menyerah. Novel ini juga mengajarkan bahwa kita harus selalu patuh dan menghormati adat yang dimilikinya. Walaupun tidak semua adat baik bagi yang bersangkutan. Ditambah lagi cerita novel ini menggunakan alur flashback yang semakin menarik dan membuat pembaca penasaran.
Kekurangan novel ini adalah terlalu menggunakan bahasa yang cukup fulgar, tetapi dapat tertutupi dengan adanya kisah yang sangat menarik. Kelebihan novel inni adalah jika dilihat dari segi psikologis memang terdapat kebaikkan karena menceritakan bagaimana seorang wanita yang tegar menghadapi cobaan hidup, jika dilihat dari segi agama juga baik, karena walaupun menentang adat tetapi tetap menjalankan ibadah mereka.
Amanat yang terdapat dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini yaitu, ajaran   moral.   Bahwa   untuk   mencapai   suatu   keinginan   haruslah   di   ikuti   dengan usaha    yang   sungguh-sungguh dan  pantang   menyerah. Tampak dalam  kutipan berikut:
“Aku ingin sembahyang, Kenten. Bicara pada para dewa agar mereka tahu aku sungguh-sungguh ingin menjadi penarijoged.  Aku ingin mengangkat sekehe   joged   ini.   Aku   ingin   para   dewa   berbicara   dengan   tetua   desa   ini bahwa aku pantas menjadi penari.” (Tarian Bumi, 2007: 39).
Novel ini juga mengajarkan bahwa kita harus selalu patuh dan menghormati adat yang dimilikinya. Walaupun tidak semua adat baik bagi yang bersangkutan. Seperti    budaya    Bali  yang   menempatkan   kaum        perempuan   di    bawah   laki-laki. Perempuan   Bali   tidak   memiliki   persamaan   hak   dengan   kaum   laki-laki,   seperti dalam     memilih    pasangan     hidup. Misalnya,  Perempuan      Bali   dilarang   menikah dengan laki-laki yang berbeda kasta, apabila mereka melanggarnya maka mereka harus siap menanggung resikonya. Disini tampak perbedaan hak antara kaum laki- laki dan perempuan di Bali yang seharusnya itu dihapus. Perempuan Bali adalah perempuan pekerja keras yang patuh pada adat dan setia pada keluarga. Disini dapat kita contoh perjuangan mereka dalam mencapai kebahagiaan,   walaupun   harus   menentang   adat.
Berdasarkan figur tokoh perempuan dalam novel ini, diharapkan dapat memberi     implikasi  bagi  pembaca, yaitu mampu menyadari bahwa setiap   manusia   dilahirkan   dengan   masing-masing   adat   budayanya.   Namun   tidak semua adat itu baik untuk kita, seperti dalam novel Tarian Bumi ini. Dan kita juga harus   saling   menghormati   antara   hak   dan kewajiban setiap orang tanpa diskrimasi ras, agama, dan jenis kelamin.

ANALSIS UNSUR STRUKTURALISTIK PUISI SURAT KEPADA IBU KARYA W.S. RENDRA


Analsis Unsur Strukturalistik
Puisi Surat Kepada Ibu Karya W.S. Rendra
Biografi Penyair
Willibrordus Surendra Broto Rendra (lahir Solo, 7 November 1935) adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah. Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah.
Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu. Ia memulai pendidikannya dari TK (1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya, SMA (1952), di sekolah Katolik, St. Yosef di kota Solo. Setamat SMA Rendra pergi ke Jakarta dengan maksud bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah ditutup. Lalu ia pergi ke Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada. Walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya , tidak berarti ia berhenti untuk belajar. Pada tahun 1954 ia memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika, ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA). Ia juga mengikuti seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard atas undangan pemerintah setempat.
Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India. Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995). Untuk kegiatan seninya Rendra telah menerima banyak penghargaan, antara lain Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954) Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956); Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970); Hadiah Akademi Jakarta (1975); Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976) ; Penghargaan Adam Malik (1989); The S.E.A. Write Award (1996) dan Penghargaan Achmad Bakri (2006). Karya Sajak/Puisi W.S. Rendra, Jangan Takut Ibu, Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak), Empat Kumpulan Sajak, Rick dari Corona, Potret Pembangunan Dalam Puisi, Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta!, Nyanyian Angsa, Pesan Pencopet kepada Pacarnya, Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan), Perjuangan Suku Naga, Blues untuk Bonnie, Pamphleten van een Dichter, State of Emergency, Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api, Mencari Bapak, Rumpun Alang-alang, Surat Cinta, Sajak Rajawali, Sajak Seonggok Jagung.
Surat kepada Bunda:
Tentang Calon Mantunya

Mamma yang tercinta,
akhirnya kutemukan juga jodohku
seseorang yang bagai kau:
sederhana dalam tingkah dan bicara
serta sangat menyayangiku.
Terpupuslah sudah masa-masa sepiku.
Hendaknya berhenti gemetar rusuh
hatimu yang baik itu
yang selalu mencintaiku.
Karena kapal yang berlayar
telah berlabuh dan ditambatkan.
Dan sepatu yang berat serta nakal
yang dulu biasa menempuh
jalan-jalan yang mengkhawatirkan
dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara,
kini telah aku lepaskan
dan berganti dengan sandal rumah
yang tenteram, jinak dan sederhana.
Mamma,
Burung dara jantan yang nakal
yang sejak dulu kaupiara
kini terbang dan telah menempuh jodohnya.
Ia telah meninggalkan kandang yang kaubuatkan
dan tiada akan pulang
buat selama-lamanya.
Ibuku,
Aku telah menemukan jodohku.
Janganlah kau cemburu.
Hendaknya hatimu yang baik itu mengerti:
pada waktunya, aku mesti kau lepaskan pergi.
Begitu kata alam. Begitu kau mengerti:
Bagai dulu bundamu melepas kau
kawin dengan ayahku. Dan bagai
bunda ayahku melepaskannya
untuk mengawinimu.
Tentu sangatlah berat.
Tetapi itu harus, Mamma!
Dan akhirnya tak akan begitu berat
apabila telah dimengerti
apabila telah disadari.

Hari Sabtu yang akan datang
aku akan membawanya kepadamu.
Ciumlah kedua pipinya
berilah tanda salib di dahinya
dan panggillah ia dengan kata: Anakku!
Bila malam telah datang
Kisahkan padanya
riwayat para leluhur kita
yang ternama dan perkasa.
Dan biarkan ia nanti
tidur di sampingmu.
Ia pun anakmu.
Sekali waktu nanti
ia akan melahirkan cucu-cucumu.
Mereka akan sehat-sehat dan lucu-lucu.
Dan kepada mereka
ibunya akan bercerita
riwayat yang baik tentang nenek mereka:
bunda-bapak mereka.
Ciuman abadi
dari anak lelakimu yang jauh.
Willy.
Analisis Strukturalistik puisi di atas adalah :
1.      Tema
Tema dalam puisi Surat Kepada Bunda  ini adalah restu seorang ibu.
Rendra dalam puisi Surat Kepada Bunda  mengisahkan kehidupan yang dialami seorang anak laki-laki yang telah menemukan jodohnya dan meminta izin kepada ibunya untuk menikahi kekasihnya serta agar ibunya dapat menyayangi menantunya seperti menyayangi anaknya sendiri.

2.      Gaya bahasa
Gaya bahasa atau majas yang digunakan Rendra dalam puisi Surat Kepada Bunda kebanyakan menggunakan kata yang bersifat denotatif, karena mudah dipahami. Puisi ini juga menggunakan kata konotatif karena banyak mengandung arti dan yang mewakili keseluruhan puisi yaitu terdapat pada kutipan berikut ini :
Karena kapal yang berlayar
telah berlabuh dan ditambatkan.
Burung dara jantan yang nakal
yang sejak dulu kaupiara
Puisi Rendra tersebut terdiri atas sepuluh bait. Tiap bait terdiri atas baris yang berbeda-beda. Dalam setiap bait terdapat kata yang diawali  dengan huruf besar hanya pada kalimat tertentu, untuk menunjukkan kesatuan maknanya.
Puisi Rendra tersebut bila kita amati bentuknya berbeda dengan puisi-puisinya yang lain, yang lebih banyak mendekati bentuk pantun ataupun syair, karena bentuk puisi “Ibunda Tercinta” ini tidak mengikuti pola-pola tertentu, seperti pada pantun atau syair misalnya, yang selalu memakai pola-pola yang tetap, yakni :
1.      Tiap bait terdiri atas empat baris atau larik
2.      Tiapa baris atau larik terdiri atas empat kata (tiap kata :: dua frase)
3.      Irama beralun dua
4.      Bersajak tetap; pantun sajaknya a b a b, syair sajaknya a a a a.
Dan pada puisi di atas, mengikuti pola tiap bait terdiri atas empat baris atau larik, tetapi tidak mengikuti pola-pola bersajak tetap. Sajak yang digunakan bebas, artinya tidak berpegang pada pola tertentu. Hal ini jelas kepada kita, karena bila kita perhatikan secara keseluruhan, puisi tersebut bersajak sebagai berikut :

Bait Pertama : abbab
Bait kedua : bbbbaaabaaaaa
Bait ketiga : aaaaaaa
Bait keempat : bbbcc
Bait kelima : cbcabaaacc
Bait keenam : abaab
Bait ketujuh : aaaacb
Bait kedelapan : bcbbaaaa
Bait kesembilan : cb
Bait kesepuluh : e

Dengan demikian dapat kita katakan, bahwa puisi Rendra tersebut sajaknya adalah bebas, karena tidak berpegang pada pola persajakan yang tetap.




3.      Pengimajian
Penyair melukiskan perasaan kebahagiaannya yang ditimbulkan dalam bentuk imaji perasaan (cita rasa) hal ini terbukti dalam kutipan berikut ini:
Mamma yang tercinta,
akhirnya kutemukan juga jodohku
4.      Majas
·         Personifikasi :
Ø  Dan sepatu yang berat serta nakal
Ø  dan berganti dengan sandal rumah
yang tenteram, jinak dan sederhana
Ø  Begitu kata alam

·         Hiperbola :
Ciuman abadi
dari anak lelakimu yang jauh.

5.      Amanat
Sebagai anak, mintalah restu kepada ibu untuk melaksanakan segala sesuatu, apalagi untuk hal-hal yang sakral seperti pernikahan. Dan sebagai ibu, berilah restu kepada anak yang dicintai.