Pages - Menu

Suci Wulandari

Suci Wulandari
Suci Wulandari

Sabtu, 25 Juni 2011

ANALSIS UNSUR STRUKTURALISTIK PUISI SURAT KEPADA IBU KARYA W.S. RENDRA


Analsis Unsur Strukturalistik
Puisi Surat Kepada Ibu Karya W.S. Rendra
Biografi Penyair
Willibrordus Surendra Broto Rendra (lahir Solo, 7 November 1935) adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah. Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah.
Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu. Ia memulai pendidikannya dari TK (1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya, SMA (1952), di sekolah Katolik, St. Yosef di kota Solo. Setamat SMA Rendra pergi ke Jakarta dengan maksud bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah ditutup. Lalu ia pergi ke Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada. Walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya , tidak berarti ia berhenti untuk belajar. Pada tahun 1954 ia memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika, ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA). Ia juga mengikuti seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard atas undangan pemerintah setempat.
Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India. Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995). Untuk kegiatan seninya Rendra telah menerima banyak penghargaan, antara lain Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954) Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956); Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970); Hadiah Akademi Jakarta (1975); Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976) ; Penghargaan Adam Malik (1989); The S.E.A. Write Award (1996) dan Penghargaan Achmad Bakri (2006). Karya Sajak/Puisi W.S. Rendra, Jangan Takut Ibu, Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak), Empat Kumpulan Sajak, Rick dari Corona, Potret Pembangunan Dalam Puisi, Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta!, Nyanyian Angsa, Pesan Pencopet kepada Pacarnya, Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan), Perjuangan Suku Naga, Blues untuk Bonnie, Pamphleten van een Dichter, State of Emergency, Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api, Mencari Bapak, Rumpun Alang-alang, Surat Cinta, Sajak Rajawali, Sajak Seonggok Jagung.
Surat kepada Bunda:
Tentang Calon Mantunya

Mamma yang tercinta,
akhirnya kutemukan juga jodohku
seseorang yang bagai kau:
sederhana dalam tingkah dan bicara
serta sangat menyayangiku.
Terpupuslah sudah masa-masa sepiku.
Hendaknya berhenti gemetar rusuh
hatimu yang baik itu
yang selalu mencintaiku.
Karena kapal yang berlayar
telah berlabuh dan ditambatkan.
Dan sepatu yang berat serta nakal
yang dulu biasa menempuh
jalan-jalan yang mengkhawatirkan
dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara,
kini telah aku lepaskan
dan berganti dengan sandal rumah
yang tenteram, jinak dan sederhana.
Mamma,
Burung dara jantan yang nakal
yang sejak dulu kaupiara
kini terbang dan telah menempuh jodohnya.
Ia telah meninggalkan kandang yang kaubuatkan
dan tiada akan pulang
buat selama-lamanya.
Ibuku,
Aku telah menemukan jodohku.
Janganlah kau cemburu.
Hendaknya hatimu yang baik itu mengerti:
pada waktunya, aku mesti kau lepaskan pergi.
Begitu kata alam. Begitu kau mengerti:
Bagai dulu bundamu melepas kau
kawin dengan ayahku. Dan bagai
bunda ayahku melepaskannya
untuk mengawinimu.
Tentu sangatlah berat.
Tetapi itu harus, Mamma!
Dan akhirnya tak akan begitu berat
apabila telah dimengerti
apabila telah disadari.

Hari Sabtu yang akan datang
aku akan membawanya kepadamu.
Ciumlah kedua pipinya
berilah tanda salib di dahinya
dan panggillah ia dengan kata: Anakku!
Bila malam telah datang
Kisahkan padanya
riwayat para leluhur kita
yang ternama dan perkasa.
Dan biarkan ia nanti
tidur di sampingmu.
Ia pun anakmu.
Sekali waktu nanti
ia akan melahirkan cucu-cucumu.
Mereka akan sehat-sehat dan lucu-lucu.
Dan kepada mereka
ibunya akan bercerita
riwayat yang baik tentang nenek mereka:
bunda-bapak mereka.
Ciuman abadi
dari anak lelakimu yang jauh.
Willy.
Analisis Strukturalistik puisi di atas adalah :
1.      Tema
Tema dalam puisi Surat Kepada Bunda  ini adalah restu seorang ibu.
Rendra dalam puisi Surat Kepada Bunda  mengisahkan kehidupan yang dialami seorang anak laki-laki yang telah menemukan jodohnya dan meminta izin kepada ibunya untuk menikahi kekasihnya serta agar ibunya dapat menyayangi menantunya seperti menyayangi anaknya sendiri.

2.      Gaya bahasa
Gaya bahasa atau majas yang digunakan Rendra dalam puisi Surat Kepada Bunda kebanyakan menggunakan kata yang bersifat denotatif, karena mudah dipahami. Puisi ini juga menggunakan kata konotatif karena banyak mengandung arti dan yang mewakili keseluruhan puisi yaitu terdapat pada kutipan berikut ini :
Karena kapal yang berlayar
telah berlabuh dan ditambatkan.
Burung dara jantan yang nakal
yang sejak dulu kaupiara
Puisi Rendra tersebut terdiri atas sepuluh bait. Tiap bait terdiri atas baris yang berbeda-beda. Dalam setiap bait terdapat kata yang diawali  dengan huruf besar hanya pada kalimat tertentu, untuk menunjukkan kesatuan maknanya.
Puisi Rendra tersebut bila kita amati bentuknya berbeda dengan puisi-puisinya yang lain, yang lebih banyak mendekati bentuk pantun ataupun syair, karena bentuk puisi “Ibunda Tercinta” ini tidak mengikuti pola-pola tertentu, seperti pada pantun atau syair misalnya, yang selalu memakai pola-pola yang tetap, yakni :
1.      Tiap bait terdiri atas empat baris atau larik
2.      Tiapa baris atau larik terdiri atas empat kata (tiap kata :: dua frase)
3.      Irama beralun dua
4.      Bersajak tetap; pantun sajaknya a b a b, syair sajaknya a a a a.
Dan pada puisi di atas, mengikuti pola tiap bait terdiri atas empat baris atau larik, tetapi tidak mengikuti pola-pola bersajak tetap. Sajak yang digunakan bebas, artinya tidak berpegang pada pola tertentu. Hal ini jelas kepada kita, karena bila kita perhatikan secara keseluruhan, puisi tersebut bersajak sebagai berikut :

Bait Pertama : abbab
Bait kedua : bbbbaaabaaaaa
Bait ketiga : aaaaaaa
Bait keempat : bbbcc
Bait kelima : cbcabaaacc
Bait keenam : abaab
Bait ketujuh : aaaacb
Bait kedelapan : bcbbaaaa
Bait kesembilan : cb
Bait kesepuluh : e

Dengan demikian dapat kita katakan, bahwa puisi Rendra tersebut sajaknya adalah bebas, karena tidak berpegang pada pola persajakan yang tetap.




3.      Pengimajian
Penyair melukiskan perasaan kebahagiaannya yang ditimbulkan dalam bentuk imaji perasaan (cita rasa) hal ini terbukti dalam kutipan berikut ini:
Mamma yang tercinta,
akhirnya kutemukan juga jodohku
4.      Majas
·         Personifikasi :
Ø  Dan sepatu yang berat serta nakal
Ø  dan berganti dengan sandal rumah
yang tenteram, jinak dan sederhana
Ø  Begitu kata alam

·         Hiperbola :
Ciuman abadi
dari anak lelakimu yang jauh.

5.      Amanat
Sebagai anak, mintalah restu kepada ibu untuk melaksanakan segala sesuatu, apalagi untuk hal-hal yang sakral seperti pernikahan. Dan sebagai ibu, berilah restu kepada anak yang dicintai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar